MENGENAL ISTILAH SANAD `ALI DAN NAZIL DALAM ILMU HADIS
Selayang Pandang Tentang Sanad
“Sanad itu bagian dari
agama”. Begitulah bunyi kalimat yang dikeluarkan oleh Ibnu Mubarok yang sering
berdengung di kalangan para penggelut hadis dan ilmu hadis. Begitu pentingnya
sanad dalam mempelajari sebuah hadis, sampai-sampai Ibnu Mubarok menganggap
bahwa sanad termasuk dalam bagian dari agama Islam.[1]
Sumber hukum yang kedua dalam Islam setelah
Al-Quran adalah hadis Rasulullah SAW. Untuk itu, segala perkataan yang datang
dari Rasulullah harus benar-benar diteliti apakah benar seperti itu yang
dikatakan Rasul? Atau kah hadis tersebut hanya perbuatan segelintir oknum tidak
bertanggungjawab yang mengatasnamakan perkataan Rasul? Inilah gunanya sanad.
Mempelajari sanad akan memudahkan kita mendeteksi sumber berita sampai kepada
asalnya. Hal ini sesuai dengan yang difirmankan Allah SWT
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ
آمَنُوا إِنْ جَاءَكُمْ فَاسِقٌ بِنَبَإٍ فَتَبَيَّنُوا
Wahai orang-orang yang beriman, jika datang
padamu suatu erita dari orang yang fasiq, maka “bertabayyun-lah”. (Q.S.
Al-Hujurot : 6)
Tabayyun
dalam bahasa sekarang bisa diartikan sebagai check and recheck, guna
memastikan kebenaran berita tersebut dengan meneliti siapa saja orang-orang
yang mengatakannya. Jika orang tersebut dianggap sebagai pendusta atau ada
hal-hal lain yang membuat kualitasnya diragukan, maka berita yang dibawanya
bisa dipastikan akan ditolak. Itulah gunanya sanad.
Dalam kitab-kitab `Uluumul
Hadiits banyak menyebutkan tentang kemulian ummat ini salah satunya dengan
adanya sanad. Keistimewaan adanya sanad sebagaimana yang ada di zaman sekarang
tidak akan kita dapatkan dari ummat-ummat sebelum Nabi Muhammad SAW, apalagi
agama selain Islam.
Dalam kitab Fathul Mughiits,
Muhammad ibn Khatim Al-Muzhaffar mengatakan bahwa Allah memberikan anugrah
kemuliaan ummat ini dengan adanya sanad. Sanad ini tidak akan ditemukan pada
ummat-ummat terdahulu. Mereka hanya berpedoman dengan lembaran-lembaran catatan
yang mereka miliki. Padahal lembaran yang ada di tangan mereka sendiri telah
bercampur-baur dengan perkataan mereka sendiri tanpa dapat dibedakan mana yang
termasuk firman Allah misalnya kitab Taurat dengan akhbar yang mereka tulis
sendiri.[2]
Beda lagi dengan kita, ummat
Nabi Muhammad yang mampu membedakan riwayat-riwayat dari orang-orang tertentu.
Dengan adanya sanad, kita bisa lebih mudah mengenal ke-dhabith-an seorang periwayat dari segi kuat hafalannya,
kehidupannya, termasuk apakah riwayat yang mereka bawa itu sampai kepada Nabi
Muhammad SAW atau tidak.
Untuk dapat menemukan sanad (transmitter)
yang bersambung, diperlukan adanya upaya pengumpulan-pengumpulan sanad dari
orang-orang tertentu. Inilah yang dilakukan para perantau ilmu hadis sanad di
zaman dahulu, seperti yang dilakukan oleh Muhammad ibn Hatim tentang perjuangan
berat dan usahanya melakukan rihlah demi menemukan sanad yang lebih sedikit dan bersumber dekat dengan
Rasulullah SAW. Sampai-sampai ia menuturkan “Ketika aku memulai perjalanan, aku
telah bersiap-siaga (dengan berjalan
kaki). Aku menghitung berapa jauh perjalanan yang telah kutempuh. Ketika telah
sampai jarak seribu farsakh, barulah aku tidak menghitung lagi. Jauh… sangat
jauh. Bahkan sampai tak terhitung lagi.”[3]
Yahya ibn Mu`in menjelang
wafatnya pernah ditanya “apa
yang kau rindukan?” Ia
menjawab baitu khaalin wa sanad `aali[4].
Begitulah kehebatan orang-orang terdahulu di dalam mencari sanad . Tidak
sampai di situ, mereka bahkan mencari suatu riwayat dengan transmitter sanad
sedikit mungkin sehingga sampai kepada Rasulullah SAW. Apa yang mereka hadapi tentu lebih berat dari
yang mereka ucapkan. Itulah prestasi-prestasi hebat yang dilakukan penggelut
hadis zaman dahulu dalam mencari dan menelusuri jejak sanad yang lebih sedikit.
Jika berbicara tentang tentang
sanad dari segi `Ulumul Hadiis, banyak ulama berkomentar bahwa sanad
hadis yang panjang akan lebih membuat penelitian
dari segi biografi para perawi, kritik kredibilitas baik dan buruk (al-jarh
watt a`diil) semakin banyak dan tentu
saja memerlukan upaya yang lebih. Hal ini senada dengan yang dikatakan Imam
Ahmad bin Hambal “(mencari) sanad yang tinggi hukumnya sunnah bagi orang-orang
terdahulu (salaf).”
Definisi Sanad `Ali dan Nazil
Ada banyak defninisi-defnisi dari para ulama hadis yang
membeicvrakan tentang definisi sanad `ali dan nazil. Kami akan coba mengambil
dari yang termudah, sebagaimana yang dijelaskan Imam At-Thohan dalam kitab
Taisirnya. Ia mengatakan dari segi bahasa `ali adalah isim fa`il dari
kata Al-`Uluwwu, العلو yang berarti tinggi.
Kebalikan dari `ali sendiri adalah An-Nuzuul yang berarti turun. Imam Mahmud
At-Thahaan dalam Taisirnya mendefinisikan sanad `ali dan sanad nadzil sebagai
berikut
الإسناد العالي هو الذي قل
عدد رجاله بالنسبة إلى سند آخر يرد به ذلك الحديث بعدد أكثر
Sanad ali adalah sanad yang jumlah perawinya lebih
sedikit ketimbang sanad lain yang jumlah perawinya lebih banyak.
- الإسناد النازل هو الذي
كثر عدد رجاله بالنسبة الى سند آخر به ذلك الحديث بعدد أقل
Sanad nazil adalah sanad yang jumlah bilangan perawinya
lebih banyak dibanding sanad lain yang jumlah perawinya lebih sedikit.
Dari sini dapat diambil kesimpulan bahwa sanad `ali
adalah sanad yang jumlah perawinya lebih sedikit dibanding dengan sanad lain
yang lebih banyak dalam satu makna hadis yang sama. Contohnya seperti hadis
yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam Shahihnya,
3466 - حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِى شَيْبَةَ
وَأَبُو كُرَيْبٍ قَالاَ حَدَّثَنَا أَبُو مُعَاوِيَةَ عَنِ الأَعْمَشِ عَنْ
عُمَارَةَ بْنِ عُمَيْرٍ عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ يَزِيدَ عَنْ عَبْدِ
اللَّهِ قَالَ قَالَ لَنَا رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « يَا مَعْشَرَ
الشَّبَابِ مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمُ الْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ فَإِنَّهُ
أَغَضُّ لِلْبَصَرِ وَأَحْصَنُ لِلْفَرْجِ وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ
بِالصَّوْمِ فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ ».
3467 - حَدَّثَنَا عُثْمَانُ بْنُ أَبِى شَيْبَةَ
حَدَّثَنَا جَرِيرٌ عَنِ الأَعْمَشِ عَنْ عُمَارَةَ بْنِ عُمَيْرٍ عَنْ عَبْدِ
الرَّحْمَنِ بْنِ يَزِيدَ قَالَ دَخَلْتُ أَنَا وَعَمِّى عَلْقَمَةُ وَالأَسْوَدُ
عَلَى عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مَسْعُودٍ قَالَ وَأَنَا شَابٌّ يَوْمَئِذٍ فَذَكَرَ
حَدِيثًا رُئِيتُ أَنَّهُ حَدَّثَ بِهِ مِنْ أَجْلِى قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ
-صلى الله عليه وسلم-. بِمِثْلِ حَدِيثِ أَبِى مُعَاوِيَةَ وَزَادَ قَالَ فَلَمْ
أَلْبَثْ حَتَّى تَزَوَّجْتُ.
Dua hadis di atas memiliki matan yang sama dengan sanad
yang berbeda. Apabila diuraikan satu persatu, hadis yang pertama memiliki sanad
sebagai berikut :
1. Abu Bakar ibn
Abi Syaibah
2. Abu Mu`awiah
3. Al-A`masy
4. `Umaaroh ibn
`Umair
5. Abdurrahman ibn
Yaziid
6. Abdullah ibn
Mas`ud
Sanad dari hadis yang kedua adalah :
1. Utsman ibn Abi
Syaibah
2. Jariir
3. Al A`masy
4. `Ammaaroh ibn
`Umair
5. Abdurrahman ibn
Yaziid
Merujuk kepada definisi sanad `ali dan naziil sebelumnya,
jelas bahwa hadis yang kedua lebih `ali kedudukkannya dibandingkan dengan hadis
yang pertama (nazil). Sanad hadis yang pertama berjumlah enam orang, dan sanad
yang kedua berjumlah lima orang.
Pembagian Sanad `Ali dan Nazil
Ulama-ulama
pakar hadis membagi sanad `ali dan nazil menjadi lima bagian, dimana salah satu dari yang lima bagian
tersebut dianggap`ali secara mutlaq, sedang sisanya `ali secara nisbi. Berikut ini adalah pembagian
dan perincian yang diuraikan Imam At-Thohaan dalam Taisir-nya[5] :
1. Sanad yang dekat
dengan Rasulullah SAW serta bersih dari kecacatan. Inilah yang dimaksud `ali
secara mutlaq, dimana tidak ada penghalang atau faktor apapun yang
menyebabkan sanad tersebut turun kualitas maupun kuantitasnya. Contohnya
seperti :
حَدَّثَنَا مُعَلَّى بْنُ
أَسَدٍ ، حَدَّثَنَا وُهَيْبٌ عَنْ أَيُّوبَ ، عَنْ عِكْرِمَةَ ، عَنِ ابْنِ
عَبَّاسٍ ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا أَنَّ النَّبِيَّصلى الله عليه وسلم
احْتَجَمَ وَهْوَ مُحْرِمٌ وَاحْتَجَمَ وَهْوَ صَائِمٌ (العالي)
حَدَّثَنَا
أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِى شَيْبَةَ وَزُهَيْرُ بْنُ حَرْبٍ وَإِسْحَاقُ بْنُ
إِبْرَاهِيمَ قَالَ إِسْحَاقُ أَخْبَرَنَا وَقَالَ الآخَرَانِ حَدَّثَنَا
سُفْيَانُ بْنُ عُيَيْنَةَ عَنْ عَمْرٍو عَنْ طَاوُسٍ وَعَطَاءٍ عَنِ ابْنِ
عَبَّاسٍ - رضى الله عنهما - أَنَّ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- احْتَجَمَ
وَهُوَ مُحْرِمٌ. (النازل)
Dua hadis
di atas memiliki matan yang sama maknanya. Keduanya adalah hadis fi`li, dimana
Ibn Abbas Ra. Mengatakan apa yang dikerjakan oleh Rasulullah SAW. Hanya saja,
transmisi jalur periwayatan hingga sampai kepada Ibn Abbas berbeda. Hadis yang
pertama diriwayatkan oleh
1.
Mu`alla ibn Asad
2.
Wuhaib ibn Ayyuub
3.
`Ikrimah
4.
Ibn Abbas
Hadis yang
kedua diriwayatkan oleh
1.
Abu Bakr ibn Abi Syaibah
2.
Zuhair ibn Ishaq
3.
Ishaq ibn Ibrahim
4.
Al-Ahzaan
5.
Sufyan ibn Uyainah
6.
Umar
7.
Thawus
8.
Atho
Jelas,
meski keduanya memiliki matan yang semakna, hadis yang pertama dianggap lebih
tinggi dari pada hadis yang kedua, karena periwayatnya lebih sedikit, sehingga
kemungkinan terjadinya cacat dari para periwayatnya lebih minim. Sanad semacam
ini dinamakan sanad `ali, karena lebih dekat sampainya kepada Nabi
Muhammad SAW.
2. Dekat dengan
riwayat dari imam-imam Hadis. Yang termasuk ke dalam bagian ini adalah
hadis-hadis yang pada ujungnya sampai kepada imam-imam hadis, seperti imam
Bukhari, Imam Muslim, Imam An-Nasai dan lain-lain. Pembagian inilah yang menjadi
sorotan para peneliti hadis. Menurut Mahmud at-Thohan, pembagian ini
dikatagorikan ke dalam muwafaqoh, badal, musawah, dan mushofahah.[6]
Hal senada juga diungkapkan oleh Imam As-Suyuthi dalam kitab Tadriibur
Raawi.[7]
Muwafaqoh umpamanya sampai sebuah hadis kepada Anda dari jalur gurunya Imam Muslim
yang jumlah perawinya lebih sedikit ketimbang Imam Muslim. Agar lebih mempermudah, dimana Anda umpamanya mengambil jalur periwayatan dari
Imam Qutaiban ibn Sa`id yang merupakan guru dari Imam Bukhari ra. Kita tahu
bahwa Imam Bukhari adalah pengarang salah satu kitab hadis yang populuer.
Musawah, umpamanya Imam Bukhori menulis sebuah hadis dalam kitabnya, di sisi lain
kita memiliki hadis yang sama dengan sanad yang berbeda dengan jalur Imam
Muslim. Posisi kita artinya sama dengan Imam Muslim. Posisi kita dalam kasus ini sama dengan Imam Bukhari,
maka dari itu dinamakan al-musaawah yang berarti sama dengan Imam
Bukhori.
Mushofahah, dalam jalur transmisi yang kita miliki sampai kepada Rasulullah SAW, posisi
kita setara dengan murid dari Imam Hadis.
3.
Ali dengan sebab terdahulunya wafat perawi. Apabila ada dua hadis yang masing-masing
memiliki sanad yang berbeda, ditinjau dari perspektif ini, maka perawi yang
wafat terlebih dahulu diposisikan lebih `ali dari pada hadis lain yang
perawinya wafat kemudian. Contoh, seperti yang ditulis Mahmud At-Thahan dalam
Taisirnya[8] apabila kita mengambil riwayat dari jalur Imam Baihaqi,
maka hadis yang kita ambil lebih tinggi derajatnya dari ketimbang hadis yang
diriwayatkan oleh Abu Bakar ibn Khalf. Mengapa? Karena Imam Baihaqi lebih dulu
wafatnya dari pada Imam Abu Bakar ibn Khalaf. Faidahnya – seperti faidah pada
bagian-bagian lain – dimungkinkan perawi yang wafatnya terlebih dahulu lebih
sedikit kemungkinan cacatnya dari pada perawi yang wafat kemudian hari. Boleh
jadi ada kemungkinan berubahnya hafalan perawi tersebut.
4.
`Ali karena lebih dulu mendengar hadis tersebut. Misalnya
si A mendengarkan hadis pada usia 30 tahun. Si B mendengarkan hadis di usia 50
tahun. Jumlah perawi keduanya sampai kepada Rasulullah SAW sama. Maka si A,
dalam perspektif ini dianggap lebih `ali dari pada si B karena ia lebih dahulu
mendengarnya dari pada si B[9]
Pembagian Hadis Nazil
Sebagaimana yang telah
diuraikan sebelumnya bahwa, kebalikan dari tiap-tiap hadis yang `ali adalah
nazil. Artinya, lawan dari setiap hadis `ali yang telah dipaparkan sebelumnya
adalah hadis nazil.[10]
Faidah Mengenal Hadis `Ali
Sebenarnya, sebuah hadis baik dia berderajat `ali atau
pun nazil, tidak memberikan pengaruh terhadap derajat/kualitas sebuah hadis,
dengan catatan keduanya tidak memiliki kecacatan. Yang tentunya sah dibicarakan
dalam konteks ini adalah faidah. Adapun faidah-faidah mengetahui sebuah hadis
yang sanadnya sedikit (`ali) atau pun banyak (nazil) adalah sebagai berikut :
a. Hadis ali lebih
sedikit perawinya. Oleh karena itu kemungkinan-kemungkinan terjadinya kekurangan
(khalal) dari tiap perawi sangat minim, ketimbang sanad yang lebih
banyak perawinya. Sebagaimana lazimnya setiap manusia memiliki kekurangan
masing-masing, semakin banyak manusia (perawi) dalam sebuah transmisi sanad,
peluang terjadinya cacat terhadap sebuah riwayat lebih besar. Maka dari itu,
apabila ada dua hadis yang sama makna dengan jalur yang berbeda, kita akan
lebih memilih hadis yang sanadnya lebih sedikit.
b. Semakin sedikit
sanad – selama ia bersambung – semakin dekat kemungkinan sampainya kepada
Rasulullah SAW. Si perawi tersebut tentu akan merasa lebih tenang di hati,
karena sedikit kemungkinan-kemungkinan cacatnya sebuah hadis atau sanad.
c. Dapat mentarjih
dan memilih sanad yang lebih `ali ketika ada sanad lain yang bertentangan.
Tinjauan Lain Tentang Sanad `Ali dan Nazil
Selain dari ta`rif sanad `ali dan nazil dari yang telah
kami paparkan sebelumnya, ternyata ada juga termin lain yang berbicara tentang
sanad `ali dan nazil. Muhammad ibn Shalih dalam kitabnya, `Uluum Mustholahil
Hadiis memberikan definisi lain tentang sanad `ali dan nazil.
Dalam kitabnya ia
mengatakan, sanad `ali adalah sanad yang derajatnya lebih dekat pada derajat
keshahihan. Sebaliknya, sanad nazil adalah sanad yang kemungkinan keshahihannya
lebih jauh.[11]
Dari definisi yang
ditawarkannya, nampaknya kita akan lebih mudah mendeteksi bahwa sanad `ali
adalah sanad yang apabila statusnya lebih mendekati kepada shahih, ketimbang
sanad lain yang yang sebaliknya. Boleh jadi para perawinya lebih banyak, akan
tetapi jika sanad tersebut lebih mendekati kepada keshahihan, maka sanad
tersebut dianggap lebih tinggi dari sanad lain yang semakna dengannya yang
otomatis menjadi nazil dengan sendirinya.
Tentang sanad `ali ini,
Muhammad ibn Shalih mengkatagorikan kembali sanad `ali kepada dua bagian, pertama
`ali dari segi sifat. Kedua `ali dari segi bilangan perawi. Maksud `ali
dari segi sifat adalah
أن يكون الرواة
أقوى في الضبط أو العدالة من الرواة في إسناد آخر
Para perawinya
lebih kuat dari segi hafalan maupun keadilannya ketimbang perawi dari sanad
yang lain.
Sedangkan `ali dari segi
bilangan (`adad) seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, ialah
أن يقل عدد
الرواة في إسناد بالنسبة إلى إسناد آخر
Lebih sedikit
jumlah perawinya dari pada sanad yang lainnya.
Apa
maksud `ali dari segi sifat? Maksudnya para perawi yang ada dalam transmitter
hadis tersebut memenuhi kriteria hadis shahih, yaitu
1.
Sanadnya
bersambung sampai kepada Rasulullah
2.
Perawinya
dhabith dari segi hafalan.
3.
Perawinya `adil
(tidak fasiq)
4.
Tidak ada
syudzudz (yang membuat hadis tersebut cacat dari segi matan atau pun sanad)
Adapun sanad
yang nazil adalah kebalikan dari dua definisi di atas. Dari dua terminologi
ini, kadang-kadang dalam suatu sanad yang `ali boleh jadi bergabung antara
sifat dan `adad’; jumlah perawinya sedikit, kuat, dan adil.
Terkait soal `ali
bis shifah, Ibrahim Al-Laahin dalam Syarah Al-Ikhtishaar `Uluumil
Hadiits memberikan keterangan lain. Ia tetap bersikukuh bahwa sanad `ali
tetap ditinjau dari jumlah bilangan para perawi. Sedangkan sifat, ia menganggap
sebagai termin di luar permasalahan seputar sanad `ali dan nazil.[12]
[1]
As-Sakhawi, Fathul Mughiits, (Libanon, Darul Fikr, 1403 H) hal. 4 juz. 3
[2] Ibid
hal. 3 juz. 3
[3]
Ibraahim Al-Laahim, Syarah Ikhstishaar `Uluumil Hadiits, (Versi Maktabah
As-Syamilah, hal 369)
[4]
Ibid hal. 357
[5]
Dr. Mahmud At-Thahaan, Taisir Musthalahil Hadiits, hal. 149
[6] Ibid.
hal. 150
[7]
Jalaluddin As-Suyuthi, Tadriibur Raawi, (Libanon, Daarul Fikri, 2009)
hal 344
[8]
Dr. Mahmud At-Thahaan, Taisir Musthalahil Hadiits, hal. 150 / Tadriibur Roowi, hal. 345
[9] Muhammad
ibn Ibrahim ibn Jamaah, Al-Manhalur Rawi Fil Mukhtashor `Uluumil Hadiits
An-Nabawi, (Libanon, Darul Fikr, 1406 H) hal. 70 jilid. 1
[10]
Abdur Rahman As-Syahruzuri, `Uluumul Hadiits Li Ibn As-Shilaah, (Libanon,
Daarul Fikr, 2004), juz 1 hal.
[11] Fadhilah
Syaikh Muhammad ibn Shalih Al-`Utsamain, `Uluumul Musthalahil
Hadiits, (Versi Maktabah Syamilah)
[12]
Ibrahim Al-Laahin, Syarhul Ikhtishaar `Uluumil Hadiits, hal. 361 jilid.
1 (Maktabah As-Syamilah)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar