Kamis, 10 Februari 2011

MUSUH BERSELIMUT KACA (Suara Globalisasi, Islamku Internetku)

Untuk Anda yang berbahagia dengan internet, saya rasa tidak masalah. Karena berbicara tentang internet secara global, memang memiliki keunikan tersendiri bagi kita yang selalu meningkahi kehidupan dengannya. Namun, ketika pembicaraan ini kita sodorkan pada user masing-masing, maka berbicara sisi batilnya adalah sesuatu yang tak bisa kita telak. Mafia internet, begitu kita istilahkannya. Insya Allah, kita akan membicarakan tentang sisi ini nanti. Seperti kita tahu saat ini, dunia memang telah menampakkan sisi modernitasnya. Zaman dimana segalanya serba berteknologi. Saat keterjarakan samudera serasa seperti di depan mata. Saat lambatnya hari-hari yang berlalu seperti mengilat cepat. Ya. Karena semua serba dekat dan cepat. Mungkin ini yang sering kita sebut dengan zaman globalisasi. Zaman yang tak lagi menampakkan jarak. Telah kita pahami bahwa era globalisasi salah satunya ditandai dengan semakin dekatnya jarak antarkota, daerah, bahkan negara. Dengan teknologi telepon misalnya, kini telah berkembang telepon seluler tanpa kabel. Tak mampu dibayangkan dulunya kita, saat telepon umum diserbu dimana-mana, warung telepon menjadi tempat domisili utama untuk mengantarkan berita yang sifatnya mengikat tempat. Pastilah merepotkan. Tapi kita tak tahu kalau ternyata dikemudian hari telah berkembang media lain yang lebih memudahkan. Selain telepon, kini ada lagi alat canggih yang tak hanya mengantarkan suara semata, namun juga disertai dengan gambarnya. Sebutlah salah satunya televisi. Dengannya, kita dapat menyaksikan dan mendengarkan suara rakyat dari berbagai seantreo dunia secara langsung. Piala dunia contohnya. Sekali pun pertandingannya diadakan di Afrika, namun masyarakat di Indonesia dapat menyaksikannya secara langsung tanpa harus menunggu kabar berlama-lama hari. Lalu, apa yang paling menerik di kemudian hari? Nah, inilah yang kita tunggu-tunggu; internet. Ialah ruang informasi terluas tanpa batas. Ia mampu menyediakan informasi yang kita butuhkan tanpa harus menunggu lama-lama, apalagi berrepot-repot diri. Cukup hanya menekan tombol, dan klak-klik sana-sini, semua siap disantap dan dilahap. Jika ingin berkeliling dunia, usahlah kita berrepot-repot menggunakan kapal terbang dengan ongkos jutaan rupiah. Jika ingin tahu informasi tentang Amerika misalnya, maka cukup duduk di depan monitor yang ada di dalam kamar kita, lalu dalam hitungan detik, seluruh wilayah di Amerika dapat kita jelajahi dengan ringannya. Apapun, kapan pun, dan dimanapun. Inilah internet, sesuatu yang dapat menolong manusia, namun juga tak sedikit yang terjeblos karenanya. Dari yang sifatnya ibadah sampai dengan haram jaddah, semua ada. Maka berbicara sedikit tentang persiapan kita untuk menggapainya, setidaknya ada yang harus kita asah, sebagai modal terbaik untuk menyongsong hari cerah membahagia. Agar globalisasi tak hanya dijadikan media untuk hidup, namun juga penuh manfaat. Apalagi bagi kita yang merasa diri berhamba, pastilah sangat tepat jika ia dijadikan wasilah untuk beribadah. Menakjubkan sekali urusan orang beriman, kata Rasulullah. Mengapa? Karena segala urusannya adalah untuk kebaikan. Maka semoga, tulisan ini akan membuat Rasulullah kelak takjub. Bukan karena canggihnya internet, padahal Rasulullah tak terlalu perlu tahu itu, namun karena kita berharap agar internet dapat dijadikan wahana untuk kebaikan dan kebenaran. Dan inilah cerminan mukmin sejati. Dalam risalah globalisasi, ada kebaikan dalam berinternet. Dan ini yang kita harap bukan? --- Islam diturunkan ke muka bumi melalui perantara Nabi Muhammad, bukan untuk menelak hadirnya media internet. Namun lebih kepada solusi atas segala permasalahan dunia. Karena Islam adalah langsung datang dari Allah, bukan manusia. Maka Yang Paling Tahu tentang sekelumit permasalahan dunia pastilah Allah. Islam membawa konsep yang sempurna dalam berbagai bidang, seperti internet. Islam membebaskan kita untuk berekspresi apapun dengan internet, asal tidak melanggar rambu-rambu yang Allah gariskan. Tentu, ini tak hanya sekadar perintah, namun ada hikmah yang terkandung di balik larangan tersebut. Peradaban internet dalam Islam, selalu memberikan warna dan solusi bagi kita. Islam menjadi tata hidup terbaik bagi dunia per-internetan. Sebab yang datangnya dari Allah, pastilah ia benar. Sedang internet dikembangkan oleh manusia, maka segala sistem yang dibuat manusia pasti memiliki sisi-sisi kebatilan yang jiwa-jiwa shalih dan sehat tak membenarkan akan itu, sekali pun hal-hal kecil. Karena kesalahan pastilah ada. Ada yang secara sengaja, ada juga yang memang disengajakan untuk salah. Maka internet, dalam hal ini, tak jua memungkiri akan sisi tak diharapkan itu. Kita pernah mendengar fatwa haram ber-facebook beberapa silam lalu, bukan? Nah, inilah sebabnya. Kalau begitu, Islam dengan segala yang teratur di dalamnya, pastilah sangat relevan dengan kehidupan modern. Ia mempersilakan kepada kita untuk menggunakan internet kapan pun dan dimana pun kita perlu, asal dengan tujuan baik. Karena internet adalah air putih, jika diteteskan cairan tinta yang hitam, walalu pun satu tetes, maka segalanya akan hitam memburam. Namun, jika ditaburi dengan gula yang manis, internet pun akan terasa manis dan nikmat untuk disuguhi. Maka berbicara tentang internet dalam Islam, yang lebih harus dititikberartkan bukan di internetnya, tapi kepada user/penggunanya. Internet adalah mobil. Dan kitalah supirnya. Terserah, kemana kita ingin membawa internet itu. Entah ke jurang, ke tempat yang bermanfaat, atau kemana pun, terserah! Namun tetap, akibatnya akan kita rasakan sendiri. Jika internet kita kemudikan ke jalan yang salah, maka pastilah Islam melarangnya. Namun jika ia membawa kemaslahatan, toh Islam mempersilakan dengan sangat hormat. Karena internet memudahkan, dan Allah suka bermudah-mudah, bukan untuk mempersulit hamba-Nya. Tentu, kita tak ingin mendengar Republika yang mencatat statistit suram tentang internet, bahwa lebih dari 60% anak-anak kelas IV SD di kota-kota besar, telah mampu mengkonsumsi situs-situs internet yang berbau pornografi. Maka skill kita saat ini bukan untuk menambah daftar urut angka itu. Lantas, apa yang harus kita lakukan untuk meminimalisir angka itu? Masing-masing punya teori. Yang jelas, Rasulullah datang membawa tawaran surga dan neraka. Lalu mendidik para sahabatnya dalam tarbiyyah/pendidikan yang intens. Agar yang kita pilih adalah surga, dan yang kita jauhi adalah neraka. --- Ada aksioma yang kita yakini, bahwa di dunia ini senantiasa terjadi pertarungan antara yang hak dengan yang batil. Dan itu terjadi pada dunia maya. Masalahnya, harus diakui bahwa setiap manusia mempunyai kepentingan masing-masing. Nah, kepentingan saja berbenturan. Apalagi latar dari kepentingan yang ada dalam dada dan kepala manusia itu masing permasingnya, pastilah harus melewati jalan pemikiran yang dirasa rumit. Mengukur mana yang haq dan yang batil tak perlu repot kita mempermasalahkannya. Di sana, dalam landasan konsepsi, metode gerak, dan hasil serta dampak dari internet hanya ada dua: Hizbullah dan Hizbus Syaithani. User Allah dan user syaithan. Sebutlah demikian. Di sini terlihat, kata Sayyid Quthb dalam Zilal-nya, medan yang membentang luas, penuh sesak oleh manusia dalam dinamika yang saling mendesak, saling berlomba, dan saling mendorong mencapai berbagai tujuan. Tetapi di belakang itu semua, ada tangan yang Maha Bijaksana lagi Maha Mengatur, yang memegang semua kendali dan menuntun parade yang saling berdesakan, saling menjatuhkan, dan saling berlomba cepat itu, ke arah kebaikan, kemashlahatan, dan pertumbuhan, di akhir perjalanan.” Ya. Sayyid Quthb memang benar. Jika kita kaitkan dengan karakter internet yang berbau batil memang pastilah zahuuq (lenyap), tertutup, dan kalah. Ketika Rasulullah membuka Makkah bersama 10.000 bala tentaranya, beliau memasuki Ka`bah, lalu menghancuri berhala-berhala, dan membaca ayat ini, Dan katakanlah, “Yang benar telah datang dan yang batil akan lenyap” Sesungguhnya yang batil itu adalah sesuatu yang pasti lenyap,” (Q.S. Al-Israa : 81) Tetapi mengapa kini kita menyaksikan kebathilan dalam internet itu seolah senantiasa eksis? Karena yang benar tidak datang untuk mendesak yang batil. Karena kebenaran berdiam-diam di masjid-masjid, dan bersembunyi dalam mihrab-mihrab, sibuk dengan status dakwahnya di facebook, atau bahkan mengelola situs yang memiliki manfaat sejuta ummat. Karena kebenaran lebih memilih diam di saat kebatilan berbicara. Karena kebenaran tak pernah mendesak dan memusnahkan syaithan internet itu dengan aplikasi canggihnya. Islam dalam risalah globalisasinya memang mulia. Sekali lagi, sungguh mulia. Dulu, kita baca sejarah-sejarah ketika jalan dakwah buntu, ketika para Rasul telah habis-habisan berusaha untuk bekerja dalam dakwah, lalu tertatih-tatih dan terseot-seot langkah itu bergerak, Allah sendirilah yang kemudian menurunkan azhab-Nya kepada hamba-Nya yang enggan untuk mengikuti jalan kebenaran, bukan jalan batil. Kita, sebagai insan beriman, dalam berinternet tentu memiliki persepsi dashyat. Ketika Nabi diusir, dilempari bebatuan, dikejar-kejar hingga berdarah-darah, ia tak berdoa seperti Nuh untuk membinasakan kaum itu. Ia justru berdoa agar Allah mengampuni karena ketidaktahuan mereka. Ia justru berharap jikapun mereka tak beriman, kelak anak-anak mereka yang akan beriman. Dan Allah, sekali lagi menegaskan keistimewaan itu untuk kita, Perangilah mereka, niscaya Allah yang akan menyiksa mereka dengan tangan-tanganmu dan Allah akan menghinakan mereka dan menolong kamu terhadap mereka, serta melegakan hati orang-orang yang beriman. (Q.S. At-Taubah : 14) Jika untuk menghancurkan kaum sebelum Allah menggerakkan kekuatan tentara alam, kini Allah memanggil kita untuk berpartisipasi. Maka dalam moment lomba menulis ini, adalah saat yang tepat bagi saya untuk mencurahkan hal ini kepada mereka yang lalai dalam berinternet bahwa, adzab Allah bagi penentang dan perusak negara, apalagi agama, akan datang lewat tangan-tangan dan ketukan jemari orang-orang mukmin di atas tuts keyboard tulisannya, bukan bencana alam. Siksa itu akan kelak mereka rasakan sebagai sebuah desakan dari kebenaran atas kebatilan melalui upaya yang sistematis dan terprogram. Karena saat ini, kita tak hanya mengenal kriminal dalam dunia nyata, tetapi maya pun ada. Dan kadang-kadang ini yang lebih menyakitkan hati. Bersiaplah, berperanglah untuk membasmi kebatilan dalam berinternet. Selebihnya, Allah-lah Sang Penolong. Seperti doa yang menjerti di hati mulia di padang Badar, “Ya Allah, jika golongan ini Engkau biarkan binasa, Engkau tak akan disembah lagi di muka bumi… Ya Allah, kecuali jika memang Engkau menghendaki untuk tidak disembah lagi selamanya setelah hari kami ini!” Saya berpikir, jika para ulama dan umara yang ingin membasmi kemungkaran itu bergerak dalam dunia non-maya, lantas, jika bukan saya (baca : diri kita), siapa lagi? --- Medan sejati kita, insya Allah memang perang mempertaruhkan jiwa, hingga tulisan ini berbicara dalam lomba. Tetapi agaknya di luar medan final ketika besi bertemu besi dan api bertemu api, hari-hari ini kebatilan memilih satu sarana untuk perang dan membungkam kebenaran. Tulisan. Ya. Tulisan. Dominasi yang terkuat ditentukan oleh tulisan. Karena internet tak banyak bersuara, namun berkata dengan kata-kata dalam menulis. Maka semoga, Bhineka Blog Competition memangkan tulisan ini bukan karena ihwal bagusnya tulisan, atau indahnya berkata, atau pun beda dari yang lainnya, melainkan sebuah tulisan yang berani berbahasa dengan kata-kata untuk mewaspadai musuh berselimut kaca. Karena dari sinilah kekhawatiran itu bermula, kita terjebak permainan lawan yang batil, padahal kita memperjuangkan kebenaran. Karena dimana ada dakwah kebenaran, di situ Allah kan hadir membantu. Dakwah lebih sulit bersikap menghadapi tiran-tiran sosialis mapupun raja dan emir yang berlindung di balik beningnya kaca. Ah, maaf jika saya menggunakan kata “musuh”. Kata orang Betawi, “Musuh jangan dicari. Kalau ketemu jangan lari. Lu jual, gue beli!” Begitulah keberanian tulisan ini. Karena ia tak menjual kebenaran dalam berinternet, melainkan membeli kebatilan untuk kita hancurkan bersama-sama. Dan mungkin inilah perwakilan dari suara-suara da`i di dunia internet. Kalau tidak sekarang, kapan lagi? Kalau bukan kita, siapa lagi? Karena kebenaran memang ditaqdirkan untuk menang. Karena kita ingin senantiasa bersama kebahagiaan dalam dunia internet. Kalau tulisan ini dianggap kesalahan, maka semoga kami dikaruniai kesabaran, hingga syahid sebagai orang muslim yang berserah pasrah. Ya. Dalam bersuara atas atas nama globalisasi di internet, dengan apa kita menghadapi musuh atau sebut saja mafia internet? Tentu saja dengan cinta. Karena cinta bukan hanya pelukan hangat, belaian lembut, atau kata-kata penuh dayu. Kita belajar apa itu cinta dari apa yang terjadi di muka bumi, atau pun di muka bermayakan internet. Dari cahaya matahari, dari sepasang merpati, dari sujud dan tengadah doa. Dari kebencian musuh, dari iri dengki para lawan. Dari ketidaktahuan orang yang ingkar degilnya pikiran si munafiq. Dari apapun! Karena inilah suara globalisasi. Islamku, internetku..! http://www.bhinneka.com

Tidak ada komentar: