Kamis, 28 Juni 2012

Ekspedisi Bersampah



tulisan ini saya kopi paste dari note seorang sahabat saya, Fauziah Muslimah. Dari perjalanan yang ia rekam, insya Allah, akan lahir sebuah novel yang detik ini sedang saya tulis. Mohon doanya, semoga cepat terbit dan akan menjadi film. Amin

Belum akrab, tapi sudah silau dengan pancaran semangatnya. Belum bertemu pun sudah silau dengan semangat yang dia punya, apalagi nanti bertemu.

Awalnya saya hanya ingin dia berbagi cerita bagaimana dia berhasil menerbitkan buku-bukunya itu, tapi berlanjut pada obrolan-obrolan selanjutnya. Dia bilang sekarang sedang mempersiapkan sebuah novel berlatar lapak daerah pemulung, katanya novelnya bakal inspiratif dan menggugah. (ya, ya, ya, wajar si dia pede banget gitu kan udah ada yang terbit bukunya nah kalo saya ??? ) :D
Obrolan kami berujung pada ajakannya untuk survey langsung ke tempat latar yang akan dia ceritakan di novelnya itu. Saya pun mengiyakan dengan terkaget-kaget (sebenarnya lebih ke terkagum-kagum sama pola pikirnya) :

“Ayo ke tempat itu, biar kamu punya cita rasa meliput, merasakan, meneliti, dan mencari solusi. JURNALISTIK ITU MEMBANGUNKAN ORANG YANG TIDUR. KENYATAAN HARUS DIKABARKAN. KEBENARAN JANGAN DIBUNGKAM. KAMU MELIPUT MENJADI SAKSI.”

Oh, Allah….. Jujur saja, saya yang sedang menempuh pendidikan di bidang jurnalistik tidak ada pemikiran seperti itu selama ini saya hanya belajar dan berusaha untuk mendapat nilai baik pada setiap mata kuliah saya.Tidak ada jiwa meliput, petualang, de el-elnye. Benar-benar beda nih orang. Sampai saat ini pun, sepertinya saya juga belum mendapatkan soul jurnalistik saya. Kesimpulannya, harus lebih banyak belajar lagi dan lagi.

Akhirnya, pada hari minggu….

Sampai di tempat yang di tuju. Alamak, sebelah kanan “sampah”, sebelah kiri, depan, belakang, semuanya, di kelilingi sampah. Oh, God…..

Tempat ini adalah kampung gunung balong di daerah Jakarta Selatan. Padahal tempat ini dekat dengan sekolah saya dulu, tapi kenapa baru sekarang saya tahu ada tempat seperti ini di sini. Sangat kontras dengan gedung-gedung mewah yang berada tak jauh dari tempat ini. Kesan yang saya dapat saat itu hanya bau, lalat, bau, dan lalat.

Tak sanggup pun saya bayangkan jika harus tinggal di tempat yang untuk menghirup udara segar saja ibarat mimpi. Tapi melihat ke sekeliling banyak anak yang tetap asyik bermain. Dan apalagi jika bukan sampah yang mereka mainkan itu, atau ada juga kucing-kucing yang berlalu larang di antara sampah-sampah itu.

Ekspedisi berlanjut dengan diperkenalkannya saya pada seorang anak bernama Rusdi. Ternyata Rusdi pun sudah cukup dekat dengan teman saya itu. Teman saya bercerita bahwa dia sudah sering ke tempat ini. Dia sudah cukup kenal dengan Rusdi yang dia ajak berkenalan saat memulung di sekitar Point Square Lebak Bulus. (ih wow, sepertinya dia lebih punya jiwa jurnalis, tidak sama sekali seperti dalam diri saya).

Saya pun di ajak berkeliling tempat itu. Sudah sedari tadi tiba, memang terdengar sayup-sayup suara angklung. Kami pun bergegas ke sumber suara. Di sana ada anak-anak yang memang sedang bermain angklung. Tapi ada yang janggal di sini kawan, yang mengajari adalah orang Jepang. Dan kami tidak di izinkan untuk meliput acara latihan angklung itu yang kata Rusdi akhir-akhir ini sering di adakan untuk tampil di sekolah Jepang mereka.

Alamak, kenapa pula kami tak boleh mengambil gambar mereka. “Mba-mba yang gak ngebolehin itu” tatapannya sinis sekali pada teman saya yang sedang mengambil gambar. Entah kenapa, saya berpikir bahwa tatapan sinisnya terlebih pada jilbab yang saya kenakan. Ini hanya Mungkin. Lalu, apa alasan logis mereka tidak mau kami liput. Emh… patut dipertanyakan…. Salah satu alasannya terjawab kemudian setelah kami bercakap-cakap dengan warga sekitar terutama ibunya Rusdi kalau “Mba-mba yang gak ngebolehin itu” adalah non muslim dan memang tidak mau lebih tepatnya tidak memperbolehkan ada yang mengambil gambar ataupun meliput kegiatan mereka.. Oooooooo begono….. (ya, ya, ya, I see ! ). Tapi, kenapa dan mengapa ?

Sedikit kecewa dengan sikap mereka, kami pun melanjutkan ekspedisi kami berkeliling lagi. Dan saya lebih banyak diam. Diam karena tak tahu harus bertanya apa, diam karena bingung, dan memang diam karena tak paham (hehe) tapisebenarnya.diam karena menahan haru birunya keadaan disini.

Matahari semakin tenggelam di ufuk barat. Adzan Maghrib sudah berkumandang. Awan terang berubah gelap perlahan. Tapi, mereka masih asyik bercengkrama dengan sampah-sampahnya. Emh…. Mengkhawatirkan. Tapi, ada juga kok yang segera bergegas ke mesjid dekat dan tepat berada di belakang lapak ini.

Setelah sholat maghrib, kami melanjutkan obrolan kami dengan duduk di depanrumah Rusdi ( bayangkan sendiri bagaimana kedaan rumah Rusdi , maaf kawan tak dapat saya ceritakan ). Sembari mentransfer video dan foto-foto hasil bidikan dan wawancara kami ke laptop teman saya itu yang akhirnya tak jadi karena batrenya low (heheheh) obrolan kami mengarah pada cerita teman saya kenapa dia sering ke sini, dan tentang novelnya yang baru lima bab.
Belajar dari semangat menulis teman saya itu, belajar dari Rusdi, belajar dari Bu Samah yang tadi di wawancara, dan juga belajar dari para warga lapak gunung balong. Saya tidak bermaksud untuk merendahkan kamu FAUZIAH MUSLIMAH !. Tidak kah kamu sedikit saja lebih bersyukur atas apa yang sudah kamu punya saat ini. Belajar dari mereka yang hidup memprihatinkan, yang untuk menghirup udara pagi yang segar saja tak bisa?

Tidak pernah berusaha lebih ketika mencita-citakan sesuatu yang tinggi ! Jika kau bermimpi tanpa berbuat untuk apa kau hidup, Mati sajalah kau fau !!!. Setelah ini masih mau sombong , setelah ini masih mau malas-malasan lagi, setelah ini masih masih dan masih.

Jika dulu saya pernah bilang, “Ya Allah, malang sekali nasib ku ini…., ternyata ada yang…..Jika dulu saya pernah berpikir bahwa saya sepertinya tidak pernah punya kesempatan untuk memulai dan belajar, ternyata ada yang…Jika dulu saya….. dan ternyata…, Jika saya dulu, dan ternyata ada yang…. Emh….

Terkadang memang semangat baru kita dapat dari sahabat yang ada. Melihat ke bawah itu sebenarnya perlu untuk menumbuhkan rasa syukur kita atas karunia Allah. Jika di atas langit masih ada langit maka di bawah tanah masih ada tanah. .Terimakasih teman, terimaksih sahabat….

Semoga kiranya, cita-cita Rusdi bisa di dengar Pemerintah yang sudah membuat “UUD Pasal 34 : Orang miskin dan anak-anak terlantar menjadi tanggungan Negara” bahwa dia ingin tidak ada lagi orang-orang miskin di Indonesia. Oh..oh..oh..

Jika hidup kita selalu Bahagia, bagaimana kita dapat lebih mengenal Allah…
Yakin dan percaya segala ketentuanNya adalah yang TERBAIK untuk kita. Amin…
Oia, kawan… ada yang berminat berbagi dengan Rusdi dan kawan-kawannya di sana ???’

Saya tunggu, kita silaturahmi bareng…

Special thanks.

Teman / Kakak (hehe) saya yang sudah banyak mengajarkan saya dan pertama kali beretmu di lapak sampah (hehe tragis ! )

Fikri. Habibullah Muharram (penulis buku Tuhan, Izinkan Aku Pacaran)







Tidak ada komentar: