Kamis, 16 Agustus 2012

UNDANG-UNDANG CINTA




UNDANG-UNDANG CINTA 2012

PEMBUKAAN

(bismillahirrahmaanirrahiim)

Bahwa seseungguhnya kemerdekaan bercinta adalah hak setiap manusia dan oleh sebab itu, maka penjajahan atas nama cinta harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan prikemanusiaan dan prikeadilan.

Dan perjuangan pergerakan para pejuang cinta, telah sampai kepada cinta yang membahagiakan dengan selamat santausa, mengantarkan rakyat Indonesia menuju gerbang cinta yang merdeka di tanah Indonesia, bersemi, bertahta, dan berkata-kata penuh makna.

Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Mencintai dan dengan disadari oleh hati nurani nan luhur supaya berkehidupan mesra dan saling mencintai sesama, maka Rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaan cinta semerdeka-merdekanya.

Kemudian dari pada itu, untuk membentuk suatu negara penuh cinta dan anti galau, yang melindungi hak-hak setiap bangsa yang miskin, gelandangan, pengemis, pemulung kuli jalanan, sampai dengan pejabat kelas elite untuk siap mati demi membela rakyat yang kelaparan,, melindungi segenap rakyat yang patah hati karena sang pacar, mencerdaskan cara bercinta yang benar tanpa nafsu, dan ikut melaksanakan ketertiban bercinta yang berlandaskan kepada pedoman yang Rasulullah, serta tersemai kasih sayang abadi dan cinta yang adil, serta membongkar kebiasaan lama, maka terciptalah kebangsaan Indonesia penuh cinta itu dalam suatu Undang-Undang Cinta, yang terbentuk dalam suatu susunan negara cinta yang berlandaskan kepada cinta Allah Subhanahu Wa Ta`ala dan Rasul-Nya, kemanusiaan yang penuh cinta dan terbebas dari jeratan syahwat, persatuan Indonesia dalam satu nada cinta serta irama, dan kerakyatan yang berlandaskan cinta yang dipimpin oleh hikmat persaudaraan dalam belai mesra setiap rakyat yang saling mencintai, serta dengan mewujudkan ikatan-ikatan kasih yang halal bagi seluruh rakyat Indonesia agar dapat menikmati indahnya negara Indonesia dengan pasangan yang halal.

***



Penyusun : Fikri Habibullah Muharram Oi atas nama Bangsa Indonesia Yang Penuh Cinta 

Selasa, 31 Juli 2012

Pembelian Buku







Bagi teman-teman yang berminat membeli buku

TUHAN! IZINKAN AKU PACARAN (Rp. 36.900)

&

CATATAN SEJARAH CINTA (Rp. 49.900)


Karya Fikri Habibullah Muharram
Penerbit Gema Insani Press

Silakan kirim SMS ke nomor 085774741167
Dengan format (Nama Pemesan + Judul Buku Yang Dipesan + Jumlah + Alamat + Nomor Pemesan)

PEMBAYARAN DILAKUKAN VIA TRANSFER KE BANK BRI :


091401051148531 an. Anastasia Elsa Budiyanti



Ketentuan :
Kami akan membalas pesanan Anda berupa daftar harga buku, harga ongkos kirim, dan estimasi waktu pengiriman paket buku yang dipesan . Kami menggunakan jasa pengiriman JNE yang nantinya akan kami kirim sesuai dengan alamat yang diberikan pemesan kepada kami. Harga di atas belum termasuk diskon dan ongkos kirim ke alamat pemesan.

Jika Anda telah mentransfer seharga yang dipesan, kabari kembali ke kami agar segera di-issued untuk melakukan pengiriman paket buku yang Anda pesan

NB : Bersabarlah jika SMS belum sempat kami balas. Kami akan segera memproses dengan senang hati. Semoga bermanfaat dan menjadi cinderamata indah untuk menata hati menjadi lebih cerah.

(Fikri Manajemen)


Sapa Fikri di Akun Twitter : @fikrihabibullah 

Minggu, 29 Juli 2012

Wanita Berharap Jodoh Yang Seperti Ini



Tulisan ini pernah Fikri Twit di akun Twitter Fikri @fikrihabibullah dengan hashtag #katawanita

1. Bila perlu wanita melamar, pasti sudah aku duluan yang memulainya. Lelaki sholeh seperti itulah yang kuharap. Apa adanya banget. #katawanita

2. Dia dicintai banyak orang, wajar kalau aku termasuk dalam salah satunya. Siapa yang nggak suka cowok yang bisa jaga diri? #katawanita

3. Dari diamnya saja sudah menunjukkan sikap kelelakiannya. Banyak omong, banyak bicara yang tak ada akalnya, tidak jadi standarku. #katawanita

4. Kalau dia miskin, tapi mau bekerja keras, sudah cukup! Karena Allah pasti akan membukakan pintu rizki setelah dia menikahiku. #katawanita

5. Aku paling jijik dengan lelaki yang matanya suka jelalatan. #katawanita

6. Yang bisa menjagaku, melindungiku, dan mengerti kekuranganku, lelaki seperti itulah yang paling aku harapkan. #katawanita

7. Aku tidak terlalu peduli dengan ketampanan. Apa artinya tampan, tapi akhlaqnya seperti orang tak punya Tuhan? #katawanita

8. Iman, ilmu, dan dari caramu memperlakukan wanita, itu saja sudah cukup bagiku untuk menjadi syarat aku mencintaimu. #katawanita

9. Berani, berkarya dan berjiwa seni. Itulah lelaki Orang Indonesia. Lelaki pilihanku. Lelaki paling TOP TOP TOP TOP. #katawanita



Semoga bermanfaat.

Jumat, 27 Juli 2012

Renungkan Tulisan Ini




Sahabatku, tahukah kalian?

Kenapa setiap kita jauh dari orang tua, kita selalu kangen sama Ibu. Kita selalu menyebut namanya. Kita selalu menghadirkan wajahnya dalam setiap pandangan hati. Itu karena Ibu lah yang paling sering nanyain kabar kita ketika itu.

Tapi...

Kalau dari Ibu, ternyata Ayahlah yang selalu mengingatkan Ibu supaya nelepon kita saat kabar belum didapat. Mereka was-was jika handphone kita tidak aktif, sedang kabar belum diketahui.

Waktu kecil, ayah sering ajarin kita naik sepeda. Padahal Ibu sangat khawatir. Tapi Ayah YAKIN karena kita PASTI BISA melakukan sesuatu yang kita sendiri tidak yakin bisa.

Maka begitulah saat kita mengenal PACARAN.

Kenapa Ayah melarang kita pacaran?

Karena Ayah sangat CEMBURU pada kita. Ayah tidak menginginkan kita menghabiskan masa muda ini dalam kesia-saiaan yang fana. Ayah tidak mau waktu muda kita dihabisi oleh orang lain. Beliau masih sangat menginginkan kita dan menjaga kita sebaik mungkin.

O iya, apakah sahabatku tahu?

Saat kita diwisuda, Ayahlah yang pertama kali menepukkan tangannya. Itu karena Ayah bangga memiliki kita. Lalu, Ibu lah yang pertama kali meneteskan air mata kebahagiaan karena melahirkan seorang Anak yang cerdas, secerdas kita. Ada 1 tepukkan kebanggaan dari Ayah, diiringi dengan 1 tetes air mata kebahagiaan dari Ibu.

Saat kita menginginkan sesuatu, lalu Ayah tidak memberikan/mengizinkannya kepada kita, sebenarnya hatinya tidak tega ketika menolak permintaan kita. Namun Ayah tetap harus tegas dihadapan kita. Dan itu dilakukan DEMI KEBERHASILAN KITA.

Dan saat kita telah bergandengmesra dengan seorang pendamping hidup yang ada di tangan kita, Ayah kita adalah orang yang pertama MENANGIS dalam hati, seraya berkata "TUGASKU TELAH SELESAI MENDIDIK DAN MENJAGAMU WAHAI ANAKKU SAYANG"

^.^

Untuk Abi, Ummi, dan calon isteriku FALS.  

Salam Penuh Cinta, dari Fikri Habibullah Muharram. 

Follow juga akun Twitter @fikrihabibullah

Jumat, 29 Juni 2012

ALLAH, MENCARI-MU ADALAH MENCARI KEDAMAIAN








Ya Allah, Ya Tuhanku, Engkau Yang Dekat, Engkau Yang Menjaga, Melihat Hati Manusia, Memelihara, Yang Menjadikan dan Menghidupkan Segalanya. 


Allahku, mencari-Mu adalah mencari kedamaian dalam hidupku.


Allah, sungguh tak ada artinya hidup ini bila Engkau kian menjauh dari hari-hariku. Ilmu yang kupunya tak ada artinya ketika engkau tak sinari dengan cahaya-Mu dan Ridha-Mu.


Sungguh, hancur hidupku tanpa CINTA dan KASIH SAYANG-MU.


Allahku, malam ini aku ingin Engkau mendengar kata hatiku untuk orang-orang yang paling kucintai. Sesungguhnya Engkau adalah Zat Maha Mendengar rintihan dan munajat hati setiap hamba-hamba-Nya yang Terkasihi. Habiibulllah....


Allahku, aku ingat kedua orangtuaku. Hapuskanlah duka dan luka di hati mereka, lalu limpahkan senang paling indah, senyum paling manis, jiwa paling cerah, rizki berlimpah, ampunan penuh barokah. Hancurkanlah dosa-dosa mereka, dan gantikanlah dengan pahala dan ridho-Mu sebagaimana mereka berdua telah membesarkanku sampai detik ini aku bisa menjadi seperti ini.


Ya Allah Kami, teruntuk orang-orang yang pernah berbuat baik kepadaku, balaslah kebaikan mereka dengan balasan yang berlipat ganda.


Untuk orang yang mencintaiku, ampunkanlah mereka Ya Allah. Lapangkan hidup mereka.


Untuk para guru-guruku yang telah memberikan ilmu kepadaku, sekecil apapun. Berilah rizki kepada mereka.


Untuk seluruh teman-temanku di Facebook, di Twitter, di dunia maya mau pun nyata. Untuk teman-teman Oi di seluruh Indonesia, Oi Anak Wayang di kampus tempat aku kuliah, pesantren-pesantren yang pernah aku jejaki, tempat dimana aku menimba ilmu agama-Mu. Berilah ampunan, rizki, rahmat, dan kasih sayang terindah dari Zat-Mu yang Maha Mempesona.


Untuk seluruh pembaca tulisan-tulisan yang ada dalam bukuku, blogku, twitku, komentarku, makalahku, artikelku, curhatanku, dan apapun itu. Rahmatilah mereka. Indahkan hidup mereka. Sirami kegersangan mereka dengan Luah dan Luasnya CINTAMU YA ALLAH.


Allah, sesungguhnya tiada jalan sesat jika kami selalu melibatkan dan membersamai-Mu dalam setiap langkah kami. Kami yakin, bila kami selalu bertaqwa kepada-Mu, Engkau akan permuda segala urusan kami di dunia dan akhirat.


Allah, atas setiap masa kelam aku, ampunilah. Lalu bukakan masa depan aku yang suci sebagai lembar-lembar baru yang putih. Allah, simpuh yakin dan tasamuhku, sekelam apapun masa laluku, sesungguhnya masa depanku tetap suci.


Allah..... Allah.... Allah...........


Lukislah cinta-Mu dalam tiap titian CATATAN SEJARAH CINTA-ku.


Bilakah sujudku karena surga-Mu, jangan Kau masukkan aku ke dalam-Nya.
Bilakah sujudku karena takut neraka-Mu, bakarlah aku dengan apinya.
Namun bila sujudku demi KAU semata, janganlah kau palingkan wajahmu. 


AKU RINDU MENATAP KEINDAHANMU........... 


Allah, mencari-Mu adalah mencari kedamaian. Perjalanan anak dunia, dari subuh sampai malam. Duduk terlentang, tengah ibadah, membawa bekal keyakinan. Terus bersyukur dalam tafakkur, walau pun tanah berlumpur. Dan kulalui sepenuh hati, dengan melangkahkan kaki.


Allah, mendung tak akan pernah sepanjang hari. Cintailah aku. 


https://www.facebook.com/pages/Tuhan-Izinkan-Aku-Pacaran/178544228835137


www.catatanfikri.blogspot.com @fikrihabibullah

Kamis, 28 Juni 2012

Ekspedisi Bersampah



tulisan ini saya kopi paste dari note seorang sahabat saya, Fauziah Muslimah. Dari perjalanan yang ia rekam, insya Allah, akan lahir sebuah novel yang detik ini sedang saya tulis. Mohon doanya, semoga cepat terbit dan akan menjadi film. Amin

Belum akrab, tapi sudah silau dengan pancaran semangatnya. Belum bertemu pun sudah silau dengan semangat yang dia punya, apalagi nanti bertemu.

Awalnya saya hanya ingin dia berbagi cerita bagaimana dia berhasil menerbitkan buku-bukunya itu, tapi berlanjut pada obrolan-obrolan selanjutnya. Dia bilang sekarang sedang mempersiapkan sebuah novel berlatar lapak daerah pemulung, katanya novelnya bakal inspiratif dan menggugah. (ya, ya, ya, wajar si dia pede banget gitu kan udah ada yang terbit bukunya nah kalo saya ??? ) :D
Obrolan kami berujung pada ajakannya untuk survey langsung ke tempat latar yang akan dia ceritakan di novelnya itu. Saya pun mengiyakan dengan terkaget-kaget (sebenarnya lebih ke terkagum-kagum sama pola pikirnya) :

“Ayo ke tempat itu, biar kamu punya cita rasa meliput, merasakan, meneliti, dan mencari solusi. JURNALISTIK ITU MEMBANGUNKAN ORANG YANG TIDUR. KENYATAAN HARUS DIKABARKAN. KEBENARAN JANGAN DIBUNGKAM. KAMU MELIPUT MENJADI SAKSI.”

Oh, Allah….. Jujur saja, saya yang sedang menempuh pendidikan di bidang jurnalistik tidak ada pemikiran seperti itu selama ini saya hanya belajar dan berusaha untuk mendapat nilai baik pada setiap mata kuliah saya.Tidak ada jiwa meliput, petualang, de el-elnye. Benar-benar beda nih orang. Sampai saat ini pun, sepertinya saya juga belum mendapatkan soul jurnalistik saya. Kesimpulannya, harus lebih banyak belajar lagi dan lagi.

Akhirnya, pada hari minggu….

Sampai di tempat yang di tuju. Alamak, sebelah kanan “sampah”, sebelah kiri, depan, belakang, semuanya, di kelilingi sampah. Oh, God…..

Tempat ini adalah kampung gunung balong di daerah Jakarta Selatan. Padahal tempat ini dekat dengan sekolah saya dulu, tapi kenapa baru sekarang saya tahu ada tempat seperti ini di sini. Sangat kontras dengan gedung-gedung mewah yang berada tak jauh dari tempat ini. Kesan yang saya dapat saat itu hanya bau, lalat, bau, dan lalat.

Tak sanggup pun saya bayangkan jika harus tinggal di tempat yang untuk menghirup udara segar saja ibarat mimpi. Tapi melihat ke sekeliling banyak anak yang tetap asyik bermain. Dan apalagi jika bukan sampah yang mereka mainkan itu, atau ada juga kucing-kucing yang berlalu larang di antara sampah-sampah itu.

Ekspedisi berlanjut dengan diperkenalkannya saya pada seorang anak bernama Rusdi. Ternyata Rusdi pun sudah cukup dekat dengan teman saya itu. Teman saya bercerita bahwa dia sudah sering ke tempat ini. Dia sudah cukup kenal dengan Rusdi yang dia ajak berkenalan saat memulung di sekitar Point Square Lebak Bulus. (ih wow, sepertinya dia lebih punya jiwa jurnalis, tidak sama sekali seperti dalam diri saya).

Saya pun di ajak berkeliling tempat itu. Sudah sedari tadi tiba, memang terdengar sayup-sayup suara angklung. Kami pun bergegas ke sumber suara. Di sana ada anak-anak yang memang sedang bermain angklung. Tapi ada yang janggal di sini kawan, yang mengajari adalah orang Jepang. Dan kami tidak di izinkan untuk meliput acara latihan angklung itu yang kata Rusdi akhir-akhir ini sering di adakan untuk tampil di sekolah Jepang mereka.

Alamak, kenapa pula kami tak boleh mengambil gambar mereka. “Mba-mba yang gak ngebolehin itu” tatapannya sinis sekali pada teman saya yang sedang mengambil gambar. Entah kenapa, saya berpikir bahwa tatapan sinisnya terlebih pada jilbab yang saya kenakan. Ini hanya Mungkin. Lalu, apa alasan logis mereka tidak mau kami liput. Emh… patut dipertanyakan…. Salah satu alasannya terjawab kemudian setelah kami bercakap-cakap dengan warga sekitar terutama ibunya Rusdi kalau “Mba-mba yang gak ngebolehin itu” adalah non muslim dan memang tidak mau lebih tepatnya tidak memperbolehkan ada yang mengambil gambar ataupun meliput kegiatan mereka.. Oooooooo begono….. (ya, ya, ya, I see ! ). Tapi, kenapa dan mengapa ?

Sedikit kecewa dengan sikap mereka, kami pun melanjutkan ekspedisi kami berkeliling lagi. Dan saya lebih banyak diam. Diam karena tak tahu harus bertanya apa, diam karena bingung, dan memang diam karena tak paham (hehe) tapisebenarnya.diam karena menahan haru birunya keadaan disini.

Matahari semakin tenggelam di ufuk barat. Adzan Maghrib sudah berkumandang. Awan terang berubah gelap perlahan. Tapi, mereka masih asyik bercengkrama dengan sampah-sampahnya. Emh…. Mengkhawatirkan. Tapi, ada juga kok yang segera bergegas ke mesjid dekat dan tepat berada di belakang lapak ini.

Setelah sholat maghrib, kami melanjutkan obrolan kami dengan duduk di depanrumah Rusdi ( bayangkan sendiri bagaimana kedaan rumah Rusdi , maaf kawan tak dapat saya ceritakan ). Sembari mentransfer video dan foto-foto hasil bidikan dan wawancara kami ke laptop teman saya itu yang akhirnya tak jadi karena batrenya low (heheheh) obrolan kami mengarah pada cerita teman saya kenapa dia sering ke sini, dan tentang novelnya yang baru lima bab.
Belajar dari semangat menulis teman saya itu, belajar dari Rusdi, belajar dari Bu Samah yang tadi di wawancara, dan juga belajar dari para warga lapak gunung balong. Saya tidak bermaksud untuk merendahkan kamu FAUZIAH MUSLIMAH !. Tidak kah kamu sedikit saja lebih bersyukur atas apa yang sudah kamu punya saat ini. Belajar dari mereka yang hidup memprihatinkan, yang untuk menghirup udara pagi yang segar saja tak bisa?

Tidak pernah berusaha lebih ketika mencita-citakan sesuatu yang tinggi ! Jika kau bermimpi tanpa berbuat untuk apa kau hidup, Mati sajalah kau fau !!!. Setelah ini masih mau sombong , setelah ini masih mau malas-malasan lagi, setelah ini masih masih dan masih.

Jika dulu saya pernah bilang, “Ya Allah, malang sekali nasib ku ini…., ternyata ada yang…..Jika dulu saya pernah berpikir bahwa saya sepertinya tidak pernah punya kesempatan untuk memulai dan belajar, ternyata ada yang…Jika dulu saya….. dan ternyata…, Jika saya dulu, dan ternyata ada yang…. Emh….

Terkadang memang semangat baru kita dapat dari sahabat yang ada. Melihat ke bawah itu sebenarnya perlu untuk menumbuhkan rasa syukur kita atas karunia Allah. Jika di atas langit masih ada langit maka di bawah tanah masih ada tanah. .Terimakasih teman, terimaksih sahabat….

Semoga kiranya, cita-cita Rusdi bisa di dengar Pemerintah yang sudah membuat “UUD Pasal 34 : Orang miskin dan anak-anak terlantar menjadi tanggungan Negara” bahwa dia ingin tidak ada lagi orang-orang miskin di Indonesia. Oh..oh..oh..

Jika hidup kita selalu Bahagia, bagaimana kita dapat lebih mengenal Allah…
Yakin dan percaya segala ketentuanNya adalah yang TERBAIK untuk kita. Amin…
Oia, kawan… ada yang berminat berbagi dengan Rusdi dan kawan-kawannya di sana ???’

Saya tunggu, kita silaturahmi bareng…

Special thanks.

Teman / Kakak (hehe) saya yang sudah banyak mengajarkan saya dan pertama kali beretmu di lapak sampah (hehe tragis ! )

Fikri. Habibullah Muharram (penulis buku Tuhan, Izinkan Aku Pacaran)







Selasa, 26 Juni 2012

EPILOG "TUHAN, IZINKAN AKU PACARAN"


Fikri Minta Izin

           
          Menulis buku ini, Tuhan! Izinkan Aku Pacaran, Cinderamata Untuk Kamu Yang Sedang Jatuh Cinta, dengan berkat perjuangan keras tiada henti, akhirnya Allah mengabulkan doa saya untuk bisa menyalurkan minta bakat yang selalu saya redam. Ya. Setidaknya, saya sudah punya gelar ’Penulis’. Karena yang membuat saya panas ketika masuk toko buku besar adalah buku-buku yang belum terpajang nama saya di dalamnya.

            Alhamdulillah, semula adalah mimpi, lalu sedikit-sedikit saya rangkai dalam tempo 1.5 bulan menjadi sebuah aksi. Semula adalah upaya saya untuk membuktikan kepada orangtua bahwa saya, Fikri Habibullah Muharram, akan membuat mereka tersenyum dengan sebuah karya ini. Sederhana memang. Namun di mata beliau, ini mempunyai arti yang saya yakin, tak bisa dilukiskan dengan kata-kata. Karena berupaya menjadi seorang anak yang shaleh itu butuh kerja keras. Dan saya sendiri masih jauh dari gelar itu. Betapa pengorbanan harus benar-benar dilakukan untuk Abi dan Ummi. Ya. Merekalah cinta sejati yang tak pernah henti menemani jalan cinta saya. Merekalah yang sedari saya lahir paling setia menemani akhlak-akhlak bobrok saya. Tapi Demi Allah, ruangan kertas ini terlalu murah untuk melukiskan jasa-jasa emas beliau kepada saya. Rabbana ighfir dzunuubahumaa. Karena Fikri Minta Izin untuk menuliskan buku ini, Tuhan! Izinkan Aku Pacaran, Karena Aku Mencintainya.

            Aduh, sejujurnya, saya sempat minder di depan Abi dan Ummi, karena judul ini agak menyeleneh. Tapi Alhamdulillah, semoga mereka memahami bahwa saya bukan lagi anak kecil. Tapi inilah, haa anaa dzaa. Eh... jadi curhat nih.

            Maaf bangat, buat para pembaca, jika judul ini membuat Anda merasa terusik, atau bahkan tertawa. Ya. Itu karena ada seorang ikhwan yang menjadi sahabat dekat saya, tak lain dan tak bukan, setiap akhir pembicaraan kita pasti mentog ke pernikahan. Atau minimal ke akhwat. Ups. Kena deh aib saya. Sekali lagi, semoga Anda memahami, bahwa buku ini memang arena agar suatu saat saya dapat meneguk kebahagiaan ini, dalam sebuah cinta Illahi, Abi, Ummi, Isteri, dan Bidadari. Ya. Memulai dari mimpi yang besar. Star with big dream, begitu kata mujahidin HPA.

            Menulis, itu karena Imam As-Syafi`i menasehatkan kepada kita untuk mengikat ilmu dengan pena. Maka saya ingin coba merintis kata-kata beliau melalui menulis dalam episode yang sedang saya jalani. Saat menulis buku ini, sebagian adalah pengalaman penulis sendiri. Saat menyadari bahwa betapa lemah iman untuk mudah terlunglai hanya oleh sebias wajah yang sebenarnya mereka pun sama kurangnya seperti saya. Dari sinilah saya ingin berusaha untuk mencoba dan memandang sedikit jiwa dan raga ini dengan lensa baru. Semoga, buku yang Anda pegang ini menjadi manfaat bagi diri saya, khususnya, dan umumnya Anda yang ingin menikmati masa-masa indah yang basah dengan senarai keharmonian cinta.

            Semoga, Anda pembaca memahami betul bahwa saya ini benar-benar masih di bawah umur sadar untuk memaknai hakikat cinta dari sebuah pernerjemahan maknanya kepada pernikahan. Ya. Bujang atuh...! Karena judul buku ini sudah saya catat di buku agenda ketika saya duduk di bangku SMA kelas II, dan akhirnya, melalui perjuangan saya untuk memperpustakakan buku ini kepada alam, barulah di tahun kemudian, menjelang saya masuk kuliah, buku ini menjadi biduk bagi saya untuk menciptakan prestasi, menjadi penulis muda, bahkan sebelum kuliah.

            Ini adalah karya pertama saya, dengan harapan dapat memberi keberkahan dan manfaat bagi siapapun, bak air zam-zam. Karena dasar setting basic buku ini adalah pesantren salafi. Semua menjadi unik jika pesantren tampil di tengah-tengah badai. Mengingat – kata sebagian orang – bahwa pesantren atau yang orang Aceh menyebutnya dengan dayah, itu kolot! Hm...! Gak juga sih...!

            Afwan, ini bukan soal pantas atau pun tidak pantas. Tetapi, apakah kita akan terus bergaruk kepala yang tak gatal saat buku-buku rusak dan panas disentuh oleh pemuda kritis iman? Lalu, kapan kita bergerak dan tampil ke tengah masyarakat? Di sana ada kerancuan, di sana ada kebocoran, di sana ada kejanggalan yang disifati ilmiah. Ilmiah yang tidak berdasarkan kepada Illahiah, alamiah, apalagi fikriah. Lalu, dimanakah mereka yang ingin bergerak? Dimana cinta mereka? Apa hanya di ambang kata?

            Orang shalih memang banyak, tapi berapa banyak mereka-mereka yang berani tampil menjamakkan keshalihannya di tengah badai gurun yang melanda? Tapi demi Allah. Mereka itu mulia. Selama kain sarung itu di gosok, jilbab berderai, mukena diputihkan, sorban diikatkan, kitab kuning dimainkan, Al-Quran difungsikan, dan Al-Hadits diuraikan, lalu anggota badan mengamalkan itu semua.

            Sejak itu, saya memang benar-benar merasa bahwa saya telah banyak menulis tentang cinta. Saya pun hampa dalam mengingat, dari mana permulaan ini terbit? Jika ada Abi dan Ummi di sini, ketika saya menulis buku ini selama di pesantren, mungkin mereka akan kaget, pesantren ada jurusan cinta yah? Hehe...

            Untuk teman saya di pesantren, kita sama-sama santri dan makan ikan asin selama di dayah, ada sebuah sembilu yang kita harus akui di sini, bahwa tidak semua santri bisa memasuki dunia kata-kata menulis. Salafi? bukanlah alasan yang tepat untuk dijadikan `illat, karena ulama-ulama salaf dahulu pun menulis. Mereka menulis apa yang Anda baca di atas bale hampir setiap hari. Subhanallah!

            Dengan kehadiran buku ini, berarti saya juga telah melepaskan sebuah tantangan yang – secara pribadi – saya artikan itu sebagai dzimmah yang keluar dari mulut seorang sahabat saya di Dayah Mudi ; “kalau emang ente penulis, tunjukin dong ama publik bahwa kita itu penulis. Kan jadi ngalir manfaatnya.” Tuh kan... bener! Bisa juga diterbitin. Makasih yah atas sokongannya. Meski saya telah berhijrah di sisi rembulan yang menambat hati. Tapi kita tetap satu.

            Tetapi, saya berusaha untuk menahkodai Anda dalam suasana yang berbeda. Maaf, bukan bermaksud menyaingi, tapi inilah saya yang sedang belajar dan akan terus belajar. Belajar adalah menutupi kekurangan yang ada, kata guru Matematika saya sewaktu di SMA, menuju kesempurnaan di kemudian hari agar kita semua mampu belajar dan mencoba menjadi sempurna dari kesalahan yang ada. Justru bukan menyalahkan yang salah. Karena orang yang takut salah, dia salah. Orang yang takut gagal, dia gagal. Orang yang takut mati, pasti mati.

            Kita juga mengetahui, bahwa memperkuat pola pikir secara realis dan meninggalkan dogmatis bagi kelompok santri haruslah melalui sebuah model yang mampu berdialog di zamannya. Mungkin yang selama ini saya cita-citakan adalah “ini”.

            Sempurna? Sungguh jauh dari itu. Saya pun menyadari akan hal ini. Sejujurnya, saya telah berusaha menerbitkan buku ini semaksimal mungkin. Dan ini tentunya tidak akan pernah terlepas dari ketidaksempurnaan dan kekurangan-kekurangan yang membuat Anda tersenyum kecut tanpa merasa perlu dipandang. Ah, tetapi, “Ketidakmampuan untuk mencapai kesempurnaan,” kata Abu Bakar As-Shiddiq, “Itulah kesempurnaan.”

            Lalu, saya hanya bisa berharap semoga TIAP bisa menjadi pembangkit saat stamina menurun. Ke hadapan bentangan sajadah, jalan cinta itu bisa terbuka. Hanya cinta saya pada Allah yang membuat diri ini harus bersujud syukur atas nikmat yang tiada pernah terputus setiap detiknya.



***

           Akhirnya, saya hanya bisa berdoa semoga ini adalah usaha awal yang baik, serta berakhir dalam kebaikan pula, asyraqat bidaayatuhu wa asyraqat nihaayatuhu. Lain dari itu, semoga embrio-embrio semangat menulis saya dapat dikecup oleh generasi berikutnya. Ayo... saya tunggu wahai jundi-jundi Allah.

            Untukmu wahai Abi (Ust. Drs. Dadi Eddie Kurnia) dan Ummi (Laila Jamilah), tak hentinya daku selalu mendoakan. Tanpa ridha Abi dan Ummi, mustahil ini bisa ada. Buat adikku Habib Fadhlizzain, semoga kita bisa menjadi Qurrata A`yun yang baik. Kalahin Aa yah...!

            Tak lupa pula, ta`zhim saya kepada pimpinan Dayah Riyadhul Mubarak (RIMU) Tgk. Bushairi Yahya beserta Ummi, syukran jaziila atas suri tauladan yang tak pernah surut berhembus mengisi relung-relung jiwa kami yang nakal-nakal. Juga kepada guru tercinta saya, Tgk. Muzakkir yang tak pernah bosan memberikan kami sesuatu yang baru di setiap episodenya.

            Terima kasih kepada Bupati Bireuen Bpk. Nurdin Abdur Rahman atas dorongan semangat belajar kepada kami semasa di SMA. Jangan berhenti berdakwah dengan memimpin, sebelum mengijnakkan kaki ke dalam surga. Kepada Pak Camat Samalanga, Darmawansyah Bsc. Semoga Allah membalas usaha Bapak dengan berlipat ganda. Tanpa dukungan dari Bapak, buku ini tidak akan ada di tangan para pencari cinta. Dan yang khusus spesial, untuk rekan Abi saya, Pak Yudi Pramoko yang telah mengubah jiwa saya dari penulis pasif, menjadi penulis aktif. Syukran atas metode menulis pram-nya yang luar biasa. Semoga buku ini bisa menjadi awal bagi karya-karya saya berikutnya. Juga buat Ustadz Nurrahim, syukran atas semangatnya, semoga FLP Bogor semakin hidup dan di isi oleh penulis-penulis berbakat dan berghira Islami.

            Buat Abuku, Na. H. Djalaluddin, semoga Allah menjadikan umur beliau penuh dengan barokah Allah. Buat Jaddah (Ummi Aini) dan keluarga, semoga dalam lindungan Allah di setiap nafas ibadah. Juga keluarga Fikri semua. Tante Niar, Tante Shalihah, Tante Wita, Tante Lian, Om Mulyo, Om Faisal, Om Mamo, Om Dedi. Allahumma irdha lahum fid dun-yaa wal aakhirah. Wasqihim birahmatika ya arhamar raahimin.

            Salam hormat saya juga kepada semua teman-teman seperjuangan yang selalu memberikan sokongan kepada saya. Yang teristimewa kepada Akhi Tgk. Tarmizi dan Manzarul Akhyaar, ingat yah suara jangkrik tengah malamnya? Kepada seluruh santriwati RIMU Al-Banat, maaf kalau ngajar Bahasa Arabnya kasar-kasar. Semoga aku bermanfaat untuk kalian. Tersenyumlah, karena walau pun susah, tapi kita pasti bisa!

            Buat penerbit dan seluruh staff, terima kasih banyak atas jasa dan segala. Semoga Allah selalu memberikan keberkahan yang tak terhingga. Salam istimewa saya juga buat Akhi Dendi, doakan saya semoga bisa terus istiqamah di jalan ini. Karena Elite`s team siap berjalan menghadapi rawa, badai, dan hutan. Untuk Ustadz Amin Sugiharto, jazaakumullah khairan katsiiran, semoga saya bisa cepat-cepat menyandang tiga huruf itu, PJS. HPA, Hanya Pada Allah, Harapan Pasti Ada. Allahu Akbar! Jalan saya masih sangat panjang.

            Buat Akhi Deden, Imam, Ricahad,  Aini,  Amel, Dwi, dan.... Subhanallah, ada banyak nama, tapi halaman sangat terbatas. Jadi mohon maaf kalau ada yang namanya tidak tersebut karena faktor halaman. Ntar penerbit protes. Hehe... Tapi insya Allah, halaman hati saya terbuka untuk mengingat keshalihan yang telah Antum berikan selama ini pada saya. Akhirnya, hanya kepada Allah kita menyembah, dan kepada Allah kita memohon pertolongan. Iyyahu na`budu wa iyyaahu nasta`iin.


Qaddimuu a`maalakum bidaaril aakhirah
Tajiduu `indahaa fauzaw wa najaah

fikri habibullah muharram 


Senin, 25 Juni 2012

DITIKAM CINTA



DITIKAM CINTA



Kita hidup dililit dengan berbagai interaksi
Yang selalu disikapi dengan berbagai sangka
Namun siapa yang tahu bila gesek-gesek interaksi
Ternyata menimbulkan sebuah percikkan api cinta?

Alangkah membingungkan berbahasa dengan caranya
Si cinta itu, entah aku terlalu baik padanya
Membuat aku tidak jujur pada diriku sendiri
Atau menginsyafi, bahwa memang aku tak seindah yang aku pikirkan

Inilah bedanya cinta dan nafsu, kau tahu itu
Dia percaya, karena dia kita kenal
Sebagai sesama kawan dan sahabat, tentu saja biasa
Sementara kita dipercaya, justru karena kita berbicara tak kenal cinta

Yang ada hanya kata terurai yang sulit ditafsirkan maknanya
Terlalu kecilkah aku bila mengasingkan diri, atau memang benar matang?
Memilih sikap dewasa kadang menjebak diriku pada kekanak-kanakan
Dari sinilah raga dan jiwa setiap kita berontak, mempersulit yang mudah

Kau, perlahan mendekati diriku, menerima kata-kataku
Aku terfana, entah karena dilematis cinta yang kurasa atau dramatologi semata
Yang aku bingung adalah perasaan
Yang dalam diam menyindir, dalam ramai mencibir

Pernah aku mengadukan nasib ini kepada Allah
Entah karena kotornya aku sehingga jawaban Allah tak dapat kubedakan
Dimana Firman Allah? Dimana bujukan syaithan?
Entah, sungguh aku tidak tahu

Kita semua sering ditikam bagaimana dahsyatnya belati cinta
Pernah dilemparkan badai, luluhlantak dalam nyanyaian tikaman
Dan hatipun membisik, menjeritlah selagi kau bisa
Lalu berteriak, menangislah jika itu dianggap penyelesaian

Biruku cintaku, hitamku hatiku
Jika cinta membuat diri tidak tenang
Pantaskah ia disebut cinta?
Jika cinta membahagiakan, yang aku tahu hari-hari adalah cinta

Terkapar cinta di sudut pelabuhan yang malas menyambut kapal mimpi
Perihnya hati ditikam cinta

puisi ini kubuat ketika banyak orang menyuruh aku cepat-cepat menikah!